DINEWS.ID – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan potensi tsunami setinggi 10 meter di pantai selatan Jawa.
Melansi CNNIndonesia.com, Selasa (8/8/2023), Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, ancaman tsunami dipicu oleh dua sumber gempa, yakni Sesar Opak dan subduksi lempeng atau megathrust.
Sesar Opak di daratan Daerah Istimewa Yogyakarta disebut berpotensi magnitudo 6,6. Sedangkan subduksi lempeng atau megathrust dengan potensi magnitudo 8,7 di selatan Jawa.
“Sesar Opak merupakan sumber gempa yang jalurnya terletak di daratan ini memang aktif dan belum berhenti aktivitasnya. Sedangkan di Samudra Hindia selatan Yogyakarta juga terdapat sumber gempa subduksi lempeng atau megathrust, yang juga masih sangat aktif,” ungkap Dwikorita usai pembukaan ASEAN Regional Disaster Emergency Response Simulation Exercise (ARDEX) 2023 di Royal Ambarrukmo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, baru-baru ini.
Maka dari itu, ia mengingatkan agar pelatihan mitigasi kebencanaan kepada masyarakat di DIY harus terus dilakukan secara berkelanjutan, terutama yang tinggal di wilayah pesisir.
Dwikorita menjelaskan, Sesar Opak adalah patahan dengan jalur sesar yang mencapai 45 kilometer di sepanjang aliran Sungai Opak, DIY. Sungai Opak berhulu dari lereng Gunung Merapi, lalu mengalir ke selatan dengan muara langsung ke Samudra Hindia di Pantai Parangtritis, Bantul, Yogyakarta.
BMKG mengungkapkan, aktivitas Sesar Opak sendiri pernah menyebabkan gempa bumi merusak pada 27 Mei 2006 yang menewaskan 6.234 orang. Saat ini mulai tampak ada gejala peningkatan aktivitas kegempaan akibat Sesar Opak. Salah satunya adalah gempa dengan magnitudo 6 di Bantul pada 30 Juni lalu.
“Peluang periode ulang untuk terjadi gerakan lagi atau pengunciannya mulai lepas tampak dari aktivitas kegempaannya yang saat ini mulai meningkat. Kesiap-siagaan masyarakat harus terus ditingkatkan, jangan terputus,” kata Dwikorita.
Sementara megathrust adalah daerah pertemuan antar-lempeng tektonik Bumi di lokasi zona subduksi. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, zona subduksi itu bisa menimbulkan gempa bumi dan tsunami yang beberapa kali memang sudah pernah menerjang wilayah selatan Pulau Jawa.
Berdasarkan catatan yang ada, menurut Daryono, kawasan selatan Jawa telah delapan kali mengalami tsunami. Tsunami terjadi di antaranya pada tahun 1818, 1840, 1859, 1904, 1921, 1957, 1994, dan 2006.
“Ini merupakan catatan penting terkait dengan potensi dan bahaya gempa dan tsunami di selatan Yogyakarta dan selatan Jawa pada umumnya,” tuntasnya.