DINEWS.ID – Volkswagen berencana meningkatkan investasinya secara signifikan di Amerika Serikat sebagai bagian dari strategi ekspansi global. Hal ini disampaikan langsung oleh CEO Volkswagen, Oliver Blume, dalam wawancara dengan surat kabar Sueddeutsche Zeitung, Jumat (30/5/2025).
Blume menyebut bahwa pihaknya menjalin komunikasi secara rutin dengan pemerintah AS, khususnya terkait tarif impor. Ia mengatakan bahwa diskusi yang berlangsung bersifat adil dan konstruktif.
“Saya pribadi telah bertemu langsung di Washington, dan kami menjalin komunikasi secara rutin. Diskusinya sejauh ini berlangsung sangat konstruktif,” ujar Blume.
Volkswagen melalui merek Audi yang dimilikinya juga berencana memproduksi beberapa model kendaraan di AS. Blume menegaskan bahwa rencana tersebut telah dirancang sejak sebelum era pemerintahan Presiden Donald Trump. Saat ini, Audi belum memiliki fasilitas produksi di Amerika Serikat.
Dalam proses negosiasi dengan pemerintah AS, Blume menyebut Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick sebagai mitra utama. Namun, ia menolak memberikan rincian lebih lanjut karena alasan kerahasiaan.
“Pembicaraan berlangsung secara rahasia, jadi saya tidak bisa mengungkap lebih jauh,” ucap Blume.
Langkah investasi ini dilakukan di tengah upaya produsen mobil Jerman, termasuk Volkswagen, untuk menjajaki kesepakatan tarif dengan pemerintah AS. Tujuannya adalah meredam dampak kebijakan perdagangan yang diberlakukan selama masa pemerintahan Trump.
Perang dagang yang dipicu kebijakan tarif tersebut telah menimbulkan kerugian besar bagi sejumlah perusahaan global. Kerugian tercatat mencapai lebih dari US$ 34 miliar akibat kehilangan penjualan dan meningkatnya biaya produksi. Meskipun sebagian besar tarif telah diblokir oleh pengadilan perdagangan AS, pengadilan banding federal sempat memberlakukan kembali tarif-tarif tersebut sembari menunggu proses hukum lanjutan.
Sektor industri Jerman turut terdampak oleh kebijakan tersebut. Berdasarkan survei terbaru Asosiasi Produsen Mesin dan Peralatan Jerman (VDMA), hampir tiga perempat anggotanya menilai bahwa ketidakpastian dalam perdagangan AS lebih merugikan dibandingkan tarif itu sendiri.
“Yang menjadi beban utama bukan tarifnya, melainkan ketidakpastian yang ditimbulkannya,” ujar Andrew Adair, penasihat kebijakan perdagangan VDMA untuk kawasan Amerika Utara.







