DINEWS.ID – Kasus gangguan kesehatan mental di kalangan remaja Indonesia mengalami lonjakan signifikan dengan peningkatan 20-30 persen setiap tahunnya.
Survei Indonesia National Mental Health 2024 mencatat 39,4 persen remaja mengalami masalah mental. Data ini disampaikan psikolog klinis Tara de Thouars dalam Media Workshop “Kesehatan Jiwa adalah Hak Semua: Peran JKN dalam Menyediakan Layanan Kesehatan Jiwa yang Inklusif” di Aula RSJD Arif Zainuddin, Surakarta, Selasa (16/9/2025).
Penyebab Utama
Tara mengidentifikasi beberapa faktor penyebab meningkatnya masalah kesehatan mental remaja:
- Tekanan media sosial dan budaya fear of missing out (FOMO)
- Persaingan dunia kerja dan tekanan ekonomi
- Fenomena sandwich generation
- Stres akademik dan ekspektasi sosial
Tekanan-tekanan tersebut memengaruhi emosi, pikiran, dan perilaku individu hingga mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari.
Stigma Masih Kuat
Meski data terus meningkat, banyak penderita gangguan jiwa memilih diam karena stigma negatif masyarakat. Penderita sering dicap lemah, kurang bersyukur, atau dianggap sebagai aib keluarga.
Tara mengkritisi tren sosial yang menormalisasi gangguan mental sebagai sesuatu “unik” atau “keren” karena membuat permasalahan tidak tertangani serius. Ia menekankan yang perlu dinormalisasi adalah mencari bantuan profesional kepada psikolog atau psikiater.
Layanan BPJS Kesehatan
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyatakan layanan kesehatan jiwa adalah hak dasar yang dijamin negara. BPJS aktif memperkuat layanan dan memperluas akses masyarakat ke pengobatan dan rehabilitasi mental.
Data BPJS Kesehatan menunjukkan dalam lima tahun terakhir (2020-2024):
- Total pembiayaan: Rp 6,77 triliun
- Total kasus: 18,9 juta
- Kasus skizofrenia: 7,5 juta kasus (pembiayaan Rp 3,5 triliun)
- Rujukan kasus jiwa dari FKTP ke rumah sakit pada 2024: 2,97 juta
Lima provinsi dengan kasus tertinggi gangguan jiwa adalah Jawa Tengah (3,5 juta kasus), Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta, dan Sumatera Utara.